Buaya ajaib
yang dimaksud dalam cerita
ini adalah seekor buaya
yang pernah tinggal di Sungai Tami, Jayapura, Papua.
Hingga sekarang, seluruh keturunan
buaya ini masih dilindungi oleh masyarakat setempat. Jasa apakah yang pernah
diperbuat oleh buaya
ajab ini kepada
masyarakat Jayapura sehingga ia begitu dihormati? Berikut kisahnya dalam cerita
Buaya
Ajaib Sungai Tami.
*
* *
Dahulu, di
Kampung Sawjatami yang terletak di tepi Sungai Tami, Jayapura, Papua, hiduplah
seorang laki-laki bernama Towjatuwa. Ia tinggal bersama istrinya di sebuah honai (rumah adat orang Papua). Saat itu, sang istri sedang hamil
tua, waktu kelahirannya tinggal menunggu beberapa hari lagi.
Pada hari yang
telah diperkirakan, sang istri pun telah memperlihatkan tanda-tanda akan
melahirkan. Ia tiba-tiba menggigil tanpa sebab yang jelas, sebagai tanda awal
kelahiran, dan mulai mengalami pendarahan. Namun, sudah berjam-jam darah terus
keluar, sang bayi di dalam rahimnya tak kunjung keluar. Towjatuwa menjadi panik
dan bingung mesti berbuat apa. Maka, pergilah ia ke rumah seorang dukun di
kampung itu.
“Nek, tolong
istri saya,” pinta Towjatuwa, “Ia akan melahirkan.”
“Baiklah, kau
pulanglah dulu, aku segera menyusulmu,” kata nenek sang dukun bayi itu.
Towjatuwa pun
bergegas kembali ke rumahnya. Sementara itu, sang dukun menyiapkan alat
persalinannya, lalu kemudian berangkat ke rumah Towjatuwa. Setiba di sana, ia
mendapati istri Towjatuwa menjerit-jerit kesakitan.
“Nek, tolong
aku. Perutku sakit sekali,” rintih istri Towjatuwa.
“Tenang,
Cucuku,” kata sang dukun.
Nenek dukun itu
pun segera memeriksa kondisi istri Towjatuwa. Towjatuwa terlihat semakin resah,
ia sangat takut jika terjadi apa-apa pada istrinya.
“Bagaimana
keadaannya, Nek? Kenapa istriku belum juga melahirkan?” tanya Towjatuwa.
“Maaf,
Towjatuwa. Sepertinya istrimu mendapat masalah. Bayi di dalam kandungan istrimu
terlalu besar sehingga susah untuk keluar,” kata dukun itu.
“Lalu,
bagaimana cara menolongnya, Nek?” tanya Towjatuwa.
“Aku
membutuhkan rumput air dari Sungai Tami,” jawab nenek dukun.
Towjatuwa
segera berlari menuju Sungai Tami. Setiba di sana, ia pun langsung mencari
rumput air yang dimaksud oleh nenek dukun. Ia sudah mencari ke sana ke mari,
namun rumput air itu belum juga ditemukannya. Ketika ia hendak melanjutkan
pencarian, tiba-tiba terdengar suara mengerang dari arah belakangnya.
“Hai, suara apa
itu!” serunya dengan kaget.
Begitu
Towjatuwa menoleh ke belakang, tampaklah seekor buaya besar di belakangnya.
Anehnya, punggung buaya itu ditumbuhi bulu-bulu burung kasuari. Buaya itu
tampak sangat menyeramkan. Towjatuwa yang ketakutan hendak melarikan diri
sebelum dirinya dimangsa oleh buaya itu. Namun, ketika ia mau meninggalkan
tempat itu, tiba-tiba langkahnya terhenti oleh sebuah suara teguran.
“Tunggu dulu,
Towjatuwa!” seru suara itu.
Towjatuwa pun
menghentikan langkahnya dan kemudian menoleh ke arah buaya itu.
“Apakah kamu
yang memanggilku?” tanya Towjatuwa heran.
“Benar,
Towjatuwa. Akulah yang memanggilmu,” jawab buaya itu, “Namaku Watuwe, penguasa
di Sungai Tami ini.”
Alangkah
terkejutnya Towjatuwa mendengar jawaban dari buaya itu. Ia seolah-olah tidak
percaya bahwa ternyata buaya itu dapat berbicara seperti manusia. Buaya itu
tiba-tiba mengerang kesakitan. Ternyata, ekor buaya itu terjepit batu besar.
Towjatuwa yang iba melihat penderitaan buaya itu segera menolong dengan
memindahkan batu besar yang menjepit ekor Watuwe.
Setelah itu,
Towjatuwa berniat pergi untuk melanjutkan pencarian rumput air. Namun, Watuwe kembali
menghentikan langkahnya.
“Sebentar,
Towjatuwa! Kalau aku boleh tahu, apa yang sedang kamu cari di tempat ini?”
tanya Watuwe.
“Aku sedang
mencari rumput air untuk membantu kelahiran istriku. Tapi, aku belum
menemukannya,” jawab Towjatuwa.
“Jangan khawatir,
Towjatuwa,” ujar Watuwe, “Karena engkau telah menolongku, maka aku pun akan
menolongmu. Tunggu aku di rumahmu nanti malam.”
“Terima kasih
sebelumnya, Watuwe,” ucap Towjatuwa dengan perasaan senang.
Hari sudah
sore. Towjatuwa pun bergegas pulang ke rumahnya. Malam harinya, buaya Watuwe
datang ke rumah Towjatuwa. Istri Towjatuwa masih tampak kesakitan di atas
pembaringan. Perlahan-lahan, buaya yang sakti itu mendekat untuk mengobatinya.
Alhasil, dengan kekuatan ajaibnya, istri Towjatuwa pun melahirkan seorang anak
laki-laki dengan selamat. Bayi itu diberi nama Narrowra.
“Terima kasih,
Watuwe,” ucap Towjatuwa dan istrinya.
“Sama-sama,
Towjatuwa. Aku pun berterima kasih karena engkau telah menolongku,” kata Watuwe
seraya berpamitan.
Sebelum
meninggalkan rumah itu, Watuwe mengatakan sesuatu kepada Towjatuwa tentang
anaknya.
“Ketahuilah,
Towjatuwa. Kelak anak kalian akan tumbuh menjadi pemburu yang handal,” ungkap
Watuwe, “Namun, aku berpesan kepada kalian, tolong jangan pernah membunuh dan
memakanku. Jika suatu saat aku mati, ambillah kantung air seniku, lalu bawalah
kantung itu ke Gunung Sankria. Di sana, manusia langit telah menanti kalian dan
akan memberi petunjuk mengenai apa yang harus kalian lakukan.”
Towjatuwa dan
istrinya amat berterima kasih kepada Watuwe karena telah menolong kelahiran
anak mereka.
“Istriku,
walaupun Watuwe berwujud binatang, ia sangat baik dan penyayang. Entah apa yang
dapat kita perbuat untuk membalas budi baiknya kepada kita,” kata Towjatuwa
kepada istrinya.
“Satu-satu cara
yang bisa kita lakukan untuk membalas kebaikannya adalah mengingat dan
melaksanakan semua pesannya,” ujar sang istri.
“Kamu, benar
istriku,” kata Towjatuwa.
Sejak itulah,
Towjatuwa dan keturunannya selalu melindungi buaya ajaib itu serta buaya-buaya
lainnya yang berada di Sungai Tami.
*
* *
Demikian cerita Buaya Ajaib Sungai Tami dari Jayapura, Papua. Pesan moral yang dapat dipetik dari
cerita di atas adalah bahwa hidup saling tolong-menolong antarsesama makhluk
seperti Towjatuwa dengan si buaya ajaib, Watuwe, akan mendatangkan ketenangan,
kedamaian, dan kebahagiaan di muka bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar