Diceritakan
kembali oleh: Larisman E Lalintia
Ratu Adioa adalah seorang pemuda
yang selalu berperilaku santun dan hormat kepada kedua orang tuanya. Ia tidak
pernah membantah dan menyakiti hati keduanya karena mereka telah mendidik dan
membesarkannya. Suatu ketika, ia ditantang oleh empat orang sahabatnya agar
menghabisi nyawa kedua orangnya. Jika ia tidak menerima tantangan itu, maka
nyawanya sendiri yang akan terancam. Apa yang akan dilakukan Adioa? Temukan
jawabannya dalam cerita Ratu
Adioa berikut ini!
* * *
Alkisah,
di sebuah kampung di daerah pesisir Sulawesi Utara, Indonesia, terdapat lima
orang pemuda yang bersahabat, yaitu Ratu Wulanwanna, Wonte Ulu, Wonte Hall,
Wonte Tembaga, dan Ratu Adioa. Mereka rata-rata hidup berkecukupan. Ratu Adioa
seorang pemburu binatang di hutan, Wonte Ulu seorang nelayan, Wonte Hall
pembuat perahu, dan Wonte tembaga seorang tukang besi. Sedangkan Ratu
Wulanwanna adalah putra seorang juragan kapal. Selain Adioa, keempat orang
bersahabat tersebut memiliki sifat sombong dan suka berlaku kasar terhadap
orang-orang di sekitarnya, termasuk kepada kedua orang mereka.
Pada suatu hari, Ratu Wulanwanna
ingin menantang keberanian keempat sahabatnya untuk membunuh kedua orang tua
mereka masing-masing. Ia pun mengajak keempat sahabatnya untuk berkumpul di
suatu tempat yang sepi agar rencananya tidak diketahui oleh orang tua mereka.
“Wahai, sahabat-sahabatku! Tahukah
kalian mengapa aku mengajak kalian berkumpul di tempat ini?” tanya Ratu
Wulanwanna memulai pembicaraan.
“Belum?” jawab keempat sahabatnya
serentak.
“Begini sahabatku, aku ingin
menantang keberanian kalian untuk membunuh kedua orang kita masing-masing.
Apakah kalian bersedia menerima tantangan ini?” tanya Ratu Wulanwanna.
“Mengapa kedua orang kita yang harus
kita bunuh?” tanya Wonte Ulu bingung.
Mendengar pertanyaan itu, Ratu
Wulanwanna tersenyum seraya menjelaskan maksud rencananya tersebut.
“Ketahuilah, wahai sahabatku! Dengan
membunuh kedua tua kita, maka kita akan mewarisi semua harta kekayaan mereka
dan tidak ada lagi yang akan menghalangi segala keinginan kita,” jawab Ratu
Wulanwanna seraya tersenyum.
Rupanya, jawaban Ratu Wulanwanna
tersebut menggugah pikiran Wonte Ulu, Wonte Hall, dan Wonte Tembaga. Mereka
bersedia menerima tantangan tersebut. Sementara Adioa hanya diam tertegun dan
belum menyatakan kesediaannya.
“Hai, Adioa! Mengapa kamu diam saja?
Apakah kamu tidak berani menerima tantangan ini?” tanya Ratu Wulanwanna dengan
nada membentak.
Ratu Adioa tetap saja diam dan
kebingungan. Dalam hatinya, ia tidak mau menerima tantangan itu, karena ia
sangat menyayangi kedua orang tuanya. Namun, jika tidak menerima tantangan
tersebut, ia akan dibenci dan bahkan dibunuh oleh keempat sahabatnya. Setelah
berpikir keras, ia pun menemukan sebuah cara agar keempat sahabatnya tidak
membencinya dan kedua orang tuanya pun selamat. Ia akan berpura-pura menerima
tantangan tersebut, kemudian secara diam-diam, ia akan menyembunyikan kedua
orang tuanya di dalam sebuah gua di tengah hutan. Gua itu sangat aman, karena
di antara keempat sahabatnya hanya dialah yang mengetahui keberadaannya. Gua
itu sering ia gunakan sebagai tempat beristirahat ketika sedang berburu
binatang di hutan.
“Baiklah, sahabat! Aku bersedia
menerima tantangan ini,” jawab Ratu Adioa dengan suara lantang.
Pada malam harinya, Ratu Wulanwanna,
Wonte Ulu, Wonte Hall, dan Wonte Tembaga segera menghabisi nyawa kedua orang
tua mereka yang sedang tertidur lelap. Setelah itu, mereka menguburnya di
pinggir hutan. Sementara Adioa, secara diam-diam menyembunyikan kedua orang
tuanya di dalam gua, lalu membuat dua tumpukan tanah dan memberinya batu nisan
di atasnya, sehingga mirip dua buah kuburan yang bersandingan. Setelah itu, ia
mengolesi darah ayam pada kedua batu nisan tersebut untuk meyakinkan keempat
sahabatnya bahwa ia benar-benar telah membunuh kedua orang tuanya.
Sejak itu, keempat sahabat Adioa
tersebut mewarisi semua harta kedua orang tua mereka. Namun, mereka senantiasa
hidup boros dan bekerja sekehendak hati, sehingga lama-kelamaan hidup mereka
semakin melarat. Sementara Adioa tetap rajin berburu binatang ke hutan untuk
memenuhi kebutuhan kedua orang tuanya yang berada di dalam gua.
Pada suatu hari, ada tiga buah kapal
mewah sedang berlabuh di dermaga. Mengetahui kedatangan ketiga kapal tersebut,
Ratu Wulanwanna segera memerintahkan Ratu Adioa ke dermaga untuk menanyakan
kepada awak kapal tentang maksud kedatangan mereka.
“Adioa! Pergilah ke dermaga dan
tanyakan maksud kedatangan mereka!” seru Ratu Wulanwanna.
Mendengar perintah sahabatnya itu,
Adioa pun berangkat ke dermaga. Setibanya di dermaga, ia pun menemui salah
seorang awak kapal.
“Maaf, Tuan! Kalian siapa dan apa
maksud kedatangan kalian ke kampung kami?” tanya Adioa.
“Kami adalah utusan raja dari
Kerajaan Timur. Kami kemari membawa teka-teki untuk penduduk kampung ini. Jika
kalian berhasil menjawab teka-teki kami, maka seluruh isi kapal ini akan
menjadi milik kalian. Tetapi jika kalian tidak berhasil menjawabnya, maka
kampung ini dan seluruh isinya akan menjadi milik kami,” jawab awak kapal itu.
“Apakah teka-teki yang hendak Tuan
sampaikan kepada kami?” tanya Adioa.
“Kamu tunggu di sini sebentar, hai
Anak Muda!” seru awak kapal itu seraya masuk ke dalam kapalnya.
Tak berapa lama kemudian, awak kapal
itu kembali bersama dua temannya. Mereka membawa dua buah tengkorak manusia,
dua ekor anak ayam, dan dua buah gayung yang berisi air.
“Begini, Anak Muda! Kami mempunyai
tiga buah teka-teki untuk kalian. Pertama, kami meminta
kalian memilih dari kedua tongkorak manusia ini, mana yang perempuan dan mana
yang laki-laki. Kedua,
pilih dari kedua ekor ayam ini, mana yang betina dan mana yang jantan. Ketiga, tebaklah air
dalam dua gayung ini, mana yang berisi air tawar dan mana yang air laut.
Bagaimana, apakah kalian berani menerima tantangan ini?” tanya awak kapal itu.
“Maaf, Tuan! Saya tidak bisa
memutuskan sekarang. Saya harus merundingkan hal ini bersama keempat sahabat
saya,” jawab Adioa.
Setelah berpamitan, Ratu Adioa
segera menyampaikan tantangan tersebut kepada keempat sahabatnya. Mereka pun
berunding dan bersepakat menerima tantangan tersebut dengan senang hati dan
penuh harapan.
“Wah, jika kita berhasil menjawab
teka-teki tersebut, maka kita akan menjadi kaya lagi,” celetuk Wonte Hall.
“Benar, sahabat! Hidup kita bisa
kembali seperti dulu lagi,” tambah Wonte Tembaga.
“Sudahlah, sahabat! Janganlah
terlalu berlebihan! Sebaiknya kita berunding untuk memecahkan teka-teki
tersebut,” ujar Ratu Adioa.
Kelima pemuda bersahabat itu pun
segera membahas teka-teki tersebut. Sudah sehari-semalam mereka berunding,
namun belum juga menemukan jawabannya. Akhirnya, mereka pun bersepakat untuk
membuat taruhan di antara mereka. Barangsiapa yang berhasil menjawab teka-teki
tersebut, maka dialah yang akan diangkat menjadi raja.
Setelah itu, Adioa kembali ke
dermaga untuk meminta waktu kepada awak kapal itu.
“Maaf, Tuan! Berilah kami waktu
seminggu lagi untuk mencari jawaban teka-teki Tuan!” pinta Adioa.
“Baiklah, kalau itu yang kalian
inginkan. Kami akan menanti jawaban kalian seminggu lagi. Tapi, jika kalian
tidak menemukan jawaban teka-teka kami, maka kampung ini menjadi milik kami,”
ujar awak kapal itu.
“Setuju, Tuan!” jawab Adioa singkat
seraya berpamitan.
Setelah itu, Adioa dan keempat
sahabatnya segera mencari jawaban teka-teki itu. Secara diam-diam, Adioa pergi
menemui kedua orang tuanya dalam gua dan menceritakan kepada mereka tentang
teka-teki tersebut.
“Ayah, Ibu! Apakah kalian mengetahui
jawaban teka-teki itu?” tanya Adioa dengan penuh harap.
Ayah Adioa hanya tersenyum, lalu
berkata, “Kakekmu dulu pernah memberikan teka-teki itu kepada Ayah kekita Ayah
masih kecil. Tapi, waktu itu Ayah tidak bisa menjawabnya.”
“Tapi, jangan khawatir Anakku!
Kakekmu telah memberitahu jawaban teka-teki itu,” sambung Ayah Adioa.
“Kalau begitu, apa jawabannya,
Ayah?” desak Adioa.
“Dengarlah baik-baik, Anakku! Untuk
menjawab teka-teki yang pertama, ambillah sebatang lidi, lalu kamu tusukkan ke
dalam lubang tengkorak itu. Jika lidi itu lurus berarti tengkorak laki-laki,
jika bengkok berarti tengkorak perempuan. Untuk jawaban teka-teki yang kedua,
ambillah segenggang beras dan berilah makan kedua anak ayam itu. Ayam yang
makan sambil menengadah berarti ayam jantan, sedangkan ayam yang makan sambil
menunduk berarti ayam betina. Jawaban yang ketiga, jika air dalam gayung itu
beriak tandanya air laut, sedangkan jika tidak beriak berarti air tawar,” jawab
Ayah Adioa.
Betapa senang hati Adioa mendengar
jawaban ayahnya. Hatinya gembira sekali, karena telah menemukan jawaban
teka-teki tersebut.
“Terima kasih, Ayah!” ucap Adioa.
“Sama-sama, Anakku! Pergilah temui
awak kapal tersebut dan jawablah teka-teki mereka! Kamu pasti dapat
memenangkannya dan membawa pulang semua isi kapal mereka,” ujar ayah Adioa.
“Jangan lupa membawa segenggam beras
dan sebatang lidi, Anakku!” seru ibu Adioa.
“O... iya! Terima kasih Bu telah
mengingatkan Adioa,” ucap Adioa.
Setelah menyiapkan segenggam beras
dan sebatang lidi, Ratu Adioa pun berpamitan kepada kedua orang tuanya, lalu
bergegas menemui keempat sahabatnya. Setiba di tempat sahabat-sahabatnya
berkumpul, ia mendapati mereka masih dalam kebingungan, karena belum menemukan
jawaban teka-teki tersebut. Mereka tampak cemas dan takut para awak kapal
tersebut akan membawa mereka ke negeri seberang untuk dipersembahkan kepada
raja.
“Hai, kenapa kalian tampak
kebingungan?” tanya Adioa.
“Waduh, Adioa! Kami sudah berusaha
mencari jawaban teka-teki itu, tapi belum juga menemukannya,” keluh Ratu
Wulanwanna.
“Kami sudah pasrah, Adioa! Hanya
kamulah harapan kami satu-satunya yang dapat menyelamatkan kampung ini,” sahut
Wonte Tembaga.
“Iya, Adioa! Apakah kamu sudah
menemukan jawabannya?” tanya Wonte Hall.
Dengan tenang, Adioa menjawab,
“Jangan khawatir, wahai sahabat-sahabatku! Aku sudah menyiapkan jawabannya. Ayo
kita menuju ke dermaga menemui awak kapal itu!” ajak Adioa.
Kelima pemuda bersahabat tersebut
bersama para penduduk kampung beramai-ramai menuju ke dermaga untuk
mendengarkan jawaban teka-teki yang akan disampaikan oleh Adioa. Setibanya di
dermaga, para awak kapal itu pun turun dari kapal menyambut kedatangan Adioa
dan rombongannya.
“Bagaimana, Anak Muda? Apakah kamu
sudah menemukan jawabannya?” tanya seorang awak kapal.
“Sudah, Tuan!” jawab Adioa sambil
bersiap-siap.
Para penduduk yang hadir di tempat
itu tampak tegang. Hati mereka diselimuti perasaan cemas dan khawatir. Jika
Adioa tidak mampu menjawab teka-teki tersebut, maka kampung mereka akan
dikuasai oleh raja dari negeri seberang itu. Demikian pula para awak ketiga
kapal tersebut, mereka khawatir jika Adioa berhasil menjawab teka-teki
tersebut, maka seluruh isi kapal mereka akan menjadi milik Adioa dan penduduk
kampung itu.
Sesaat kemudian, awak kapal pun
mempersilahkan Adioa untuk menjawab teka-teka tersebut.
“Silahkan, Anak Muda! Jawablah
teka-teki itu!” seru awak kapal itu.
Dengan tenang, Ratu Adioa menjawab
ketiga teka-teki tersebut sesuai dengan petunjuk ayahnya. Ketika ia berhasil
menjawab teka-teki yang pertama, terdengarlah suara tepuk tangan yang ramai
dari keempat sahabatnya dan para penduduk setempat. Begitu pula ketika ia
berhasil menjawab teka-teki yang kedua. Begitu ia berhasil menjawab teka-teki
yang ketiga, seluruh penduduk bersorak gembira dengan penuh kegirangan.
Sementara para awak kapal hanya tercengang bercampur rasa kagum kepada Adioa,
karena tak satu pun jawabannya yang meleset.
“Hai, Anak Muda! Kami sangat kagum
kepadamu. Kamu memang pemuda yang hebat. Sesuai dengan janji kami, maka seluruh
isi kapal itu menjadi milikmu dan penduduk di sini,” kata awak kapal itu seru
“Terima kasih, Tuan!” ucap Adioa
sambil menyalami awak kapal itu.
Setelah seluruh isi ketiga kapal
tersebut diturunkan, para awak kapal itu pun berpamitan untuk kembali ke negeri
mereka. Begitu mereka pergi, para penduduk berpesta menyambut kemenangan mereka
dan kemudian mengangkat Ratu Adioa menjadi raja.
Keesokan harinya, Raja Ratu Adioa
pun menjemput kedua orang tuanya yang sedang bersembunyi di dalam gua. Setelah
itu, ia menceritakan kepada keempat sahabat dan seluruh rakyatnya bahwa
keberhasilannya menjawab teka-teki tersebut adalah berkat bantuan kedua orang
tuanya. Mendengar cerita itu, keempat sahabatnya pun merasa sangat menyesal
karena telah membunuh orang tua mereka. Kini, mereka tidak dapat menikmati
kebahagiaan hidup bersama kedua orang tuanya, seperti yang dialami oleh Ratu
Adioa.
* * *
Demikian dongeng Ratu Adioa dari daerah
Sulawesi Utara, Indonesia. Dongeng di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa
salah satu cara atau jalan untuk mencapai keberhasilan adalah menghormati orang
tua. Mereka merupakan salah satu tempat kita untuk meminta nasehat dan petunjuk
dikala kita sedang mengalami kesulitan, karena mereka memiliki banyak
pengalaman hidup. Oleh karena itu, jika ingin mendapatkan kebahagiaan dan
kesuksesan serta terhindar dari kesulitan, seperti Ratu Adioa dalam cerita di
atas, maka sebaiknya kedua orang tua senantiasa harus dihormati. Sebagaimana
dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu (Tenas Effendy, 2006)
kalu hendap beroleh berkah,
ibu bapa jangan
diumpat
kalau angin
bertiup di darat
ambillah jala
turunkan sampan
kalau hidup
hendak selamat
ayah dan bunda
kita muliakan