Menurut cerita rakyat
Sangihe Talaud bahwa bumi Tampunganglawo yang kini disebut pulau Sangihe Besar,
ratusan abad yang lalu, daratannya bersambung dengan pulau-pulau kecil mulai
dari p. Lipaeng, p. Kawaluso, p. Matutuang, p. Memanu, p. Komboleng, p. Kawio,
p. Marore, dan ujung paling Utara Barat Laut, P. Kaluwulang, p. Marulung (p.
Balut)p. Sahenganeng (p. Saranggany).
Dahulu ketika kerajaan Malinggaheng, berpusat di Makiwulaeng (Kendahe/Talawide)
kerajaan ini di perintah oleh raja Samensi Arang menikah dengan putrinya
bernama Bulaeng Tanding alhasil kerajaan ini sebagian daratan pulau Sangir
tenggelam oleh Dimpuluse (yaitu awan hitam tebal berkumpul jadi satu, lalu
jatuh dalam bentuk air yang berat) sehingga daratan menjadi laut, termasuk
pulau Kaluwulang diperkirakan tahun 1654 Masehi tenggelam. Sisa-sisa
peninggalan kerajaan ini adalah Tajung Maselihe dimana terdapat kursi emas dan
makota raja yang terkubur di dasar laut, konon dijaga oleh ikan hiu (Tanggihiang).
Pulau sangihe dulu bersambung dengan pulau pulau yang lainya kini dataran
tersebut terputus menjadi beberapa pulau kecil. Lokasi tersebut diantara pulau
sangihe dan pulau p. marulung (balut)dimana terdapat tandusan napong elise, ada
sebuah karang yang menonjol menyerupai pasangan manusia yang sedang bercumbu.
Cerita rakyat ini sama dengan analisa seorang ahli gunung api, Ir. Hadikoesoemo
yang pada tahun 1949 memeriksa keadaan gunung Awu Tahuna-Kolongan. Beliau
sementara mendaki ke gunung, lalu menunjuk ke arah Utara dan berkata, bahwa
pulau-pulau yang berjejer kebawah itu (maksudnya p. Lipaeng dan seterusnya)
zaman dulu kala adalah puncak-puncak gunung tinggi, yang daratannya
bersambungan dengan pulau Sangir Besar ini. Ditambahkannya, bahwa bagian yang
terbesar daratan, sudah tenggelam ke dasar laut, akibat dari letusan gunung api
dahsyat yang terjadi beberapa kali.
Setelah daratan Tampunganglawo bagian Utara Barat Laut tenggelam, di bagian
sebelah Timur dari daratan yang tenggelam itu, dari dalam lautan muncul sebuah
daratan baru yang disebut Porodisa.
Secara ilmiah, proses ini dapat dibenarkan menurut teori seorang Ahli Tubuh
Bumi, Bpk. Wisaksono Wirjodihardjo, di dalam bukunya yang berjudul Tubuh Bumi
Indonesia, dia mengumpamakan bahwa bumi ini merupakan tanah gambut dan bila
diinjak di tengah-tengahnya, maka bagian yang kena kaki, permukaan tanah itu
akan turun, sedang tanah di bagian luar dari kaki itupun meninggi, namun volume
tanah tidak akan berkurang.
Jadi, jika menurut teori ini, maka besarnya daratan Tampunganglawo yang
tenggelam itu, sama besarnya/luasnya dengan daratan Porodisa atau pulau
Karakelang Talaud.
Menurut Djoko Tribawono,kepulauan Indonesia dengan untaian pulau-pulau di garis
katulistiwa, terhampar di atas laut, merupakan faktor fisik paling dominan
membentuk tanah tumpah darah Indonesia. Zaman dahulu sebagian penduduk asli
beranggapan seluruh laut hanya satu sebagai “telaga luas” yaitu dimana mereka
hidup. Oleh sebab itu diartikan “Tagaroa” bahwa “taga” berarti telaga dan “roa”
artinya luas; sekarang masih digunakan oleh rakyat Sangir Talaud (Anugerah
Nontji, 2007). Istilah tagaroa “wilayah laut maha luas” mencakup Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik, dikenal dan digunakan setelah kedatangan pelaut
Eropa abad ke 15 dan 16. Tagaroa, selain digunakan untuk nama laut maha luas
digunakan pula untuk nama dewa laut yang menguasai seluruh laut disebut ”Dewa
Tagaroa”. Pengertian dan kebiasaan ini sama dengan pandangan orang Yunani kala
itu, dan hingga kini ditiru bangsa-bangsa barat yang menggunakan nama dewa laut
”Okeanos” menjadi nama sebutan samudera luas ”Ocean”.
Mitos dan Sejarah
Kepulauan Talaud merupakan sekumpulan pulau-pulau di Lautan Pasifik yang
termasuk di dalamnya Kepulauan Mindanau, Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Palau.
Jika mengikuti mitos yang beredar mengapa hingga terdapat banyak pulau di
wilayah Pasifik tersebut maka berdasarkan tutur cerita rakyat Sangihe-Talaud
mengatakan bahwa ada keturunan Raja Langit/Gumansalangi yang turun dari
kayangan serta ingin mempersunting gadis desa di wilayah tersebut. Karena di
tumitnya penuh kekuatan bara api maka ketika ia menginjakkan kakinya ke bumi,
terpencarlah daratan hingga membagi pulau-pulau tersebut yang semula adalah
satu.
Secara spesifik teoritik-ilmiah, Program Wallacea pernah mengadakan
penyelidikan tentang Tarsius Spectrum (monyet/primata terkecil) dan jenis
binatang yang hampir sama terdapat di daratan Filiphina hingga Vietnam dengan
jenis yang terdapat di Indonesia Bagian Timur(Sangihe,Bitung=Tangkoko).
Penguatan tersebarnya pulau-pulau atau kepulauan ini, diduga bahwa pernah
terjadi angin topan dari laut yang sangat dahsyat sehingga menubruk dan
memisahkan pulau-pulau tersebut.
Hal ini juga bisa disebabkan oleh letusan gunung berapi atau patahan Sirkum
Pasifik dengan dibuktikan adanya terusan lempengan Sulawesi dan rangkaian
gunung api aktif yang terdapat di Jepang hingga Sulawesi Utara. Bukti lain
berdasarkan “Penemuan Kembali Tagaroa” oleh Mayor John Rahasia bahwa telah
terjadi migrasi bangsa-bangsa yang terhimpun dari berbagai suku bangsa sehingga
membentuk masyarakat hingga saat ini. Adapun Tagaroa diyakini sebagai Tuhan
Segala Yang Kuasa yang melindungi penduduk pribumi di kawasan Asia-Pasifik dari
Jepang hingga Australia dan Polynesia hingga Hawai dan Pulau Paskah.
Bukti tentang adanya kekuasaan historis-tradisional dengan diyakini bahwa Dewa
Tagaroa adalah penguasa samudera dan pulau-pulau di Asia-Pasifik. Dalam tradisi
dan keturunan suku bangsa Maori, Selandia Baru, suku bangsa di Papua New Guinea
serta Sangihe-Talaud, menganggap bahwa Tagaroa adalah Dewa atau Tuhan Asal
Segala Sesuatu.
Menurut Sastra lisan Sangihe Talaud berupa Sasambo,adalah sebagaiberikut :
Mengalung pingkae su alungu binawa.Metirolong langi Suwowong Tagialu.
Mendedapo tunkue Mendedating tadetene Hamu u bialelang Menggegala dempuge
Lohang ngu kalu kaluwulaeng.Nepisi lapise nipikiung ngu lumu. Daukalung hawu
nawae naleka
Nalekabe nawo benuse uhu,ensa u lowoe.Namuhe enede hamu ne nahang batu.Ondole
...
Nawongkasang daukalung pialelang,lekabe pisi lendeng pegasu tungkue.
Lendeng ...Pegasu hiwang lawesang,enede ...hiudu sege nenawuhe bengi nenahang
sega.
Salumisi bembulaeng megegulingging meneneh matehing pehadeng.
Lunsihe su bongkone metetumbati ...meleluhude bembulune,nntagu tumbalohe
kalimbotong sumahe ingge, taku kireng Tana lawo mededea Balawo.
Berang salamangka maka tamba pahengking,lumente bentihe menenawede ...hiwang
lawesang. Tamalaweng kakokotang,mangimpopo su kalahego.memuka saluhe mumue
tagialu meneking, mendasage, menubung pemuka tundung liang ngi
bahiking,menondong lawese mendae eng lamene buheti u eli nasahiambeng
pendangsesahiambengangu temang i sipiru naung.Tumompe u'raling saghipong dasage
sesengehangngu luhude kumanoa engsania, sesaniakengu kanoa.Kahadu batang
gantare u'wanua kisong daukalu,bali u'binangaeng Mendolong timbowo,kukahioro
u'tempo.
Tumumpa ... Ta manawong pengengiralungang,mengumbele binangaeng medisi su
Winalangeng ne dumpaeng kila. Lumintu pantuhu,Lumempang deluse somahe kehaghe.
Kimomohe ...Penahulending uwuse.Namuhu timuhe nelamude nusa napetangu sasi
Nesuleng puaga.Daleng limente nenentang liewehe nitiu u anging, namara reka
nimahulendingang. Nienede ...Suhiwang nitapi kapia,Taghaloang sebung sasi,
nelamude apeng. Nesuleng huso, simue suhimang,pundalu sengiungtaka hinsangeng,
petong sengkatau su bangka u' senggesa. Hiabe ...liewehu lano uwusu
singgata,Singgatang kendagu DUATA.
Banua kalonge matualageng sumenang-simarang nikahumperongang
suhiwang Gengghona, timbowo u nikalenabeng Mawu. nitaking Masusi.
Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang yaitu Teori
Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada tahun 1960+. Tektonik Lempeng ini dipicu
oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor Spreading) dan bermula di
Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge : MOR) yang diajukan oleh Hess
(1962).
Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan Gondwana
kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu benua besar
(supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera luas atau yang disebut
Panthalassa (270 jt th yll). Dari supercontinent ini kemudian terpecah lagi
menjadi Gondwana dan Laurasia (150 jt th yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi
lima benua seperti yang dikenal dan ditempati oleh manusia sekarang.
Terpecah-pecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu Sirkum
Pasifik dan Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati Indonesia. Mekanisme
penyebab terpecahnya benua ini bisa diterangkan oleh Teori Tektonik Lempeng
sebagai berikut :
1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus konveksi
(convection current) dari mantle (lapisan di bawah kulit bumi yang berupa
lelehan) . Arah arus ini tidak teratur, bisa dibayangkan seperti pergerakan
udara/awan atau pergerakan dari air yang direbus. Terjadinya arus konveksi
terutama disebabkan oleh aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.
2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa menghasilkan
arus interferensi yang arahnya ke atas. Arus interferensi ini akan menembus
kulit bumi yang berada di atasnya. Magma yang menembus ke atas karena adanya
arus konveksi ini akan membentuk gugusan pegunungan yang sangat panjang dan
bercabang-cabang di bawah permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang
samudera-samudera yang saling berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan yang
berbentuk linear ini disebut dengan MOR (Mid Oceanic Ridge atau Pematang Tengah
Samudera) dan merupakan tempat keluarnya material dari mantle ke dasar
samudera. MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dari dasar laut dan lebarnya
lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan Himalaya yang
letaknya di daerah benua. MOR Atlantik (misalnya) membentang dengan arah
utara-selatan dari lautan Arktik melalui poros tengah samudera Atlantik ke
sebelah barat Benua Afrika dan melingkari benua itu di selatannya menerus ke
arah timur ke Samudera Hindia lalu di selatan Benua Australia dan sampai di
Samudera Pasifik. Jadi keberadaan MOR mengelilingi seluruh dunia.
3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang ini karena
aliran material dari mantle. Batuan dasar samudera yang baru terbentuk itu lalu
menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan dari magma mantle yang
terus-menerus dan juga ‘hanyut’ oleh arus mantle. Lambat laun kerak samudera
yang terbentuk di pematang itu akan bergerak terus menjauh dari daerah poros
pematang dan ‘mengarungi’ samudera. Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai
Samudera (Sea Floor Spreading)
4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung Samudera
yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat dijelaskan oleh
Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses penunjaman (subduksi). Oleh
karena peristiwa Sea Floor Spreading maka kerak samudera akan bertemu dengan
kerak benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan
menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman ini maka akan
terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan, dan juga akan terbentuk kepulauan
sepanjang paparan benua oleh karena proses pengangkatan. Kerak samudera yang
menunjam ke bawah ini akan kembali ke mantle dan sebagian mengalami mixing
dengan kerak samudera membentuk larutan silikat pijar atau magma. (Proses
mixing terjadi pada kerak benua sampai 30 km di bawah permukaan bumi). Karena sea
floor spreading terus berlangsung maka jumlah magma hasil mixing yang terbentuk
akan semakin besar sehingga akan menerobos batuan-batuan di atasnya sampai
akhirnya muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung api.
Kondisi Geologi Dinamis Indonesia
Kepulauan Indonesia terbentuk karena proses pengangkatan sebagai akibat dari
penunjaman (subduksi). Lempeng (kerak) yang saling berinteraksi adalah Kerak
Samudera Pasifik dan Hindia yang bergerak sekitar 2-5 cm per tahun terhadap
Kerak Benua Eurasia dan Filipina. Jadi Indonesia merupakan tempat pertemuan 4
lempeng besar sehingga Indonesia merupakan daerah yang memiliki aktivitas
kegempaan yang tertinggi di dunia. Terdapat dua sabuk gunung api yang melewati
Indonesia yaitu Sirkum Mediteranean sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera
Hindia ke dalam Kerak Benua Eurasia, dan Sirkum Pasifik sebagai akibat
penunjaman Kerak Samudera Pasifik ke dalam Kerak Benua Eurasia/Filipina.
Atlantis nama daratan itu. Sebuah nama dari benua legendaris yang pertama
disebut oleh Plato (360 tahun sebelum masehi) dalam dialog Timaeus and Critias.
Hingga saat inipun banyak yang menyangsikan bahwa cerita tersebut berdasarkan
fakta. Tapi menurut Plato, Atlantis pernah ada. Ia menyebutkan bahwa Benua
tersebut berada di bawah pillar Heracles yang tenggelam 11.500 tahun yang lalu
oleh bencana alam dan kekacauan besar. Plato sendiri dipercayai oleh beberapa
ahli, mendapatkan kisah ini dari penduduk Mesir, yang menyebutnya Keftiu.
Beberapa sarjana bahkan beranggapan, Plato terinspirasi oleh kejadian-kejadian
masa lalu seperti, Ledakan Guung Thera, Perang Troya, Kehancuran Helike (373
Sebelum Masehi), Perang Bharatayudha, hingga kegagalan invasi Athena ke pulau
Sisilia yang diramu menjadi satu cerita, sehingga banyak orang beranggapan Benua
Atlantis hanya dongeng semata.
Atlantis yang artinya Tanahnya Atlas - Negeri 2 Pilar/Tiang yang bisa diartikan
sebagai negeri dengan pegunungan-pegunungan. Atlantis dikenal mempunyai tanah
yang sangat subur, makmur dan berteknologi tinggi, dengan kota atau pulau
berbentuk lingkaran/cincin yang tersusun antara daratan dan perairan secara
berurutan. Susunan tersebut dikabarkan berdasarkan perhitungan matematika yang
tepat dan efisien sehingga tertata dengan rapi dengan sebuah istana megah tepat
di pusat kota sebagai pusat pemerintahan.
Walupun sebagian orang menganggap Benua Atlantis hanya dongeng belaka, tak
kurang ribuan buku dan puluhan film membahas atau menyinggung tentang
keberadaan Atlantis.
Bagi para arkeolog atau oceanografer modern, Atlantis tetap merupakan obyek
menarik untuk dipelajari terutama menyangkut teka-teki dimana sebetulnya lokasi
Benua itu berada. Berbagai ilmuwan dan juga paranormal serta wartawan hingga
kini masih mencari lokasinya.
Peneliti dan Penulis, James Churchward, menemukan tulisan sakral tibet yang
menunjukkan ‘dua benua tak dikenal’ yang ia duga salah satunya adalah Atlantis.
Begitu juga sebuah Petroglyph di Yucatan Meksiko yang ditemukan oleh William
Niven yang menggambarkan konfigurasi tak dikenal sebuah daratan di sekitar
Atlantik dan Pasifik.
Lokasi Atlantis berdasarkan buku Atlantis :The Antediluvian World, Ignatius L.
Donnelly, 1882
Pendapat yang umum dikemukakan tentang keberadaan Atlantis adalah hilang di
Laut Atlantik. Diperkirakan di tengah-tengah laut luas tersebut, dahulu kala
terdapat pulau dengan kebudayaan maju yang tenggelam akibat mencairnya zaman es
atau bencana alam lainnya. Ada yang memperkirakan Benua tersebut berada di
sekitar Portugal dan bahkan sampai ke seberang Atlantik di perairan Karibia.
Atlantis di Irlandia?
Dr. Ulf Erlingsson, seorang ahli geografi yang mendalami geografi fisik pada
Universitas Uppsala di Swedia, menyatakan Irlandia adalah Pulau Atlantis yang
dimaksud oleh Plato. Spesialisasi Dr. Ulf Erlingsson adalah geomorfologi,
geologi bahari (marine geology) dan glaciologi (ilmu pengetahuan mengenai
kepulauan es). Erlingsson pakar dalam pemetaan bawah laut dan telah menciptakan
peralatan untuk tujuan ini.
Menurutnya, ukuran, geografi dan bentang alam Atlantis sama persis dengan
Irlandia. Paling utama dalam teorinya ini adalah ukuran panjang dan lebar
pulaunya sama, serta terdapat daratan di tengah pulau yang dikelilingi
gunung-gunung. Menurutnya, cerita Plato memiliki 99,98 persen data geografis
Irlandia. Dan bencana yang dimaksud Plato adalah tenggelamnya Dogger Bank
akibat pasang yang luar biasa pada 6.100 tahun SM.
Bukan hanya mengkaji secara geografi fisik, Ulf Erlingsson juga mencantumkan
situs megalitik di Irlandia yang setara dengan monumen megalitik lainnya di
Eropa dan Afrika Utara yang masuk dalam batas wilayah Atlantis menurut Plato.
Kajian Erlingsson ini diterbitkan bulan September 2003 oleh Lindrom Publishing
dengan judul ”Atlantis from a Geographer’s Perspective: Mapping the FairyLand.”
Atlantis = Indonesia?
Dugaan terkini tentang keberadaan Atlantis adalah daratan yang berada di
Indonesia. Sebagian arkeolog dan ilmuwan Amerika Serikat bahkan meyakini benua
Atlantis dulunya adalah sebuah pulau besar bernama Sunda Land atau Summa Terra
Land, Wilayah yang kini ditempati Sumatera, Jawa dan Kalimantan yang sekitar
11.600 tahun silam daratan-daratan ini masih merupakan kontinen yang sangat
besar. Benua ini perlahan-lahan tenggelam dan terpisah seiring dengan
berakhirnya zaman es. Teori ini diangkat ke permukaan dalam ‘International Symposium
on The Dispersal of Austronesian and The Ethnogeneses of The People in
Indonesian Archipelago’ yang dihelat 28-30 Juni 2005, di Solo. Hipotesa itu
berdasarkan pada kajian ilmiah seiring makin mutakhirnya pengetahuan tentang
arkeologimolekuler. Disebutkan lagi, Pulau Natuna dan Penduduknya merupakan
sisa-sisa terpenting yang berkaitan dengan Atlantis. Berdasarkan kajian
Biomolekuler, Penduduk Asli Natuna memiliki gen yang mirip dengan bangsa
Austronesia tertua yang diyakini bangsa ini memiliki kebudayaan tinggi seperti
yang dinisbatkan Plato dalam mitologi yang ia kemukakan.
Dalam teori yang lain yang mendukung Atlantis berada di Indonesia mengemukakan,
Penduduk Atlantis terbagi dua, keturunan minoritas bangsa lemuria yang berkulit
putih, tinggi, bermata biru dan berambut pirang yang merupakan nenek moyang
suku bangsa Arya dan dipercaya memiliki garis keturunan Bangsa Pleides,
sedangkan penduduk yang lain berkulit coklat/gelap, relatif pendek, bermata
coklat dan berambut hitam memiliki garis keturunan Bangsa Mu/Lemuria/Pasifika.
Pada waktu itu, Bangsa luar angkasa (Bangsa Pleides) sudah berhubungan baik
dengan penduduk Bumi. Mereka umumnya dianggap sebagai Dewa karena kemampuannya
jauh di atas penduduk Atlantis.
Hal ini dihubung-hubungkan dengan Hastinapura (Bahasa Sansekerta untuk
Atlantis) tepatnya disekitar wilayah Suma Terra (Sumatra) atau disebut juga
Swarnabhumi atau Land of Taprobane, ditengah-tengah 2 pillar penyangga : Gunung
Krakatoa dan Gunung Toba, dua gunung yang super besar. Atlantis hancur karena
konflik internal para penguasa yang luluh lantak karena peperangan super modern
dengan menggunakan teknologi tinggi (nuklir) berikut senjata-senjata pemberian
bangsa Pleides. Senjata tersebut memiliki daya hancur masal yang dimiliki oleh
para pemimpin-pemimpin Atlantis, yang pada akhirnya memicu ketidakstabilan pada
alam.
Peperangan itu terbagi menjadi 2 kubu besar, seperti yang diceritakan dalam
mitologi, Pandawa dan Kurawa. Kendaraan tempur dan pesawat-pesawat tempur di
asumsikan sebagai Kereta Kencana, sedangkan Panah-panah sakti adalah asumsi
dari Rudal balistik atau laser beam. Dan baju zirah yang dikenakan gatot kaca
adalah Baju tempur yang bisa terbang. Diceritakan pula, seorang tokoh
(baladewa) tidak boleh ikut berperang karena memiliki senjata pemusnah masal
yang mampu membelah bumi.
Peristiwa besar itu, yang dimenangi oleh Pandawa, tetap saja mengakibatkan alam
menjadi tidak seimbang yang pada akhirnya terjadi letusan besar dari 2 gunung
super volcano (2 pillar) yang mengapit mereka, yang memusnahkan Penduduk
Atlantis secara global, yaitu Gunung Krakatoa dan Gunung Toba. Danau Toba,
danau terluas di atas ketinggian seribu meter dari permukaan air, adalah
kaldera raksasa yang di asumsikan sebagai sisa-sisa dari Gunung raksasa
tersebut. Ledakan itu menyebabkan gelombang Tsunami yang dahsyat sehingga
menghapus semua kebudayaan yang pernah berdiri di Summa Terra. Tersapu dan di
hempaskan ke seluruh bagian dunia hingga terhisap ke dasar Lautan Atlantik.
Sebagian kecil penduduk yang selamat sebagian besar lari ke arah barat (melalui
India, Alengka (Srilangka)) dan menjadi Ras Arya. Sebagian kecil ke arah timur
dan menjadi Bangsa Oceania dan Indian. Sayangnya bagian kecil penduduk yang
selamat adalah penduduk-penduduk yang ada di lingkar luar yang jauh dari pusat
Atlantis. Sehingga kesinambungan teknologi tiba-tiba berhenti dan kembali ke
masa Pra-Sejarah. Mereka hanya mewariskan kisah-kisah ini ke keturunan mereka
yang kemudian di adaptasikan dengan perkembangan kebudayaan setempat. Kisah-kisah
ini yang kemudian mengilhami pemahaman kepercayaan yang dianut oleh penduduk
bumi sebagai tuntunan dan pedoman hidup agar tidak terjadi lagi kehancuran yang
berakibat musnahnya peradaban manusia untuk kesekian kali.
Sejak saat itu, Bangsa Pleides (Mahluk Luar Angkasa) memutuskan untuk tidak
ikut campur dalam perkembangan manusia saat ini, karena kemunculannya disetiap
kebudayaan sebagai campur tangan mereka terhadap proses pendewasaan manusia
bumi yang diikuti dengan alih teknologi malah mengakibatkan kehancuran. Di
anggap manusia bumi belum siap menerima teknologi yang mereka sampaikan dengan
menyalahgunakannya. Campur tangan tersebut juga tenyata berdampak pada pemujaan
berlebihan dan menganggap mereka sebagai Dewa yang pada akhirnya menyingkirkan
hakikat Tuhan. Saat ini mereka hanya mengamati dan sesekali datang mengunjungi
kita yang penampakannya sering disebut-sebut dengan UFO (Unidentified Flaying
Object) atau Alien. Kemunculan UFO yang seringkali dilaporkan di Dunia Barat
(Amerika dan Eropa) juga dianggap mereka sedang mengobservasi bagian sisi
kebudayaan yang paling maju seperti yang mereka lakukan di
kebudayaan-kebudayaan terdahulu.
Dalam teori tersebut, orang Indonesia sekarang bukan orang keturunan Atlantis
atau Mu/Lemuria melainkan suku mongolid yang berasal dari cina selatan melalui
malaka dan suku negroid austro yang berasal dari Austalia. Merekalah yang
akhirnya tinggal di wilayah bekas reruntuhan Atlantis.
Teori spekulatif yang lain tentang keberadaan Benua Atlantis, justru saling
berseberangan satu sama lain. Dalam teori yang lain, Atlantis selalu
dihubung-hubungkan dengan keberadaan UFO secara langsung. Dipercayai, oleh para
pendukung keberadaan UFO, mahluk-mahluk ekstrateretial tersebut adalah manusia
atlantis yang meninggalkan Bumi karena kehancuran massal. Mereka, dengan
teknologi majunya, pindah ke Planet lain. Ada yang beranggapan mereka pindah ke
Planet Mars, lalu pindah lagi ke Planet lain. Hal ini juga menerangkan Evolusi
manusia yang berubah menjadi Alien. Dalam waktu ribuan tahun atau lebih lama
lagi, Karena perkembangan teknologi yang amat pesat, kepala manusia menjadi
lebih besar karena porsi otak yang mereka gunakan makin maksimal. Tubuh mereka
menjadi lebih kurus karena, semakin maju teknologi, tidak ada lagi pekerjaan
keras yang mereka kerjakan, mulut mereka mengecil karena konsumsi sudah lebih
cepat dengan cara infus atau berbentuk pil. Mereka sesekali berkunjung ke Bumi
untuk meneliti kehidupan yang telah ia tinggalkan.
Sampai saat ini, teori tentang keberadaan Atlantis tak terhitung jumlahnya dan
sangat bervariasi. Seluruh teori yang berkembang dianggap masih bersifat
spekulatif dan justru mendulang ribuan tanya. Tidak ada cukup bukti-bukti yang
mendukung dan tidak ditemukan peninggalan sejarah yang faktuil untuk mendukung teori-teori
tersebut. Hingga saat ini, Benua Atlantis tetap menjadi misteri terbesar dalam
peradaban manusia yang tidak terkuak.
Apakah misteri Atlantis berada di kepulauan Sangihe Talaud ?
Segala kemungkinan bisa saja terjadi, sebab letak geografi kepulauan Sangihe
Talaud berada dibibir pasifik, sehingga bagian daratan kepulauan Sangihe Talaud
yang tenggelam mempunyai kait-mengait tenggelam pulau (Benua) Atlantik. Dari
hasil temuan ekspedisi kerja sama Indonesia Amerika Serikat, memungkinkan untuk
diadakan ekplorasi/Observasi untuk di hubungkan bilamana ada kesesuaian bukti
yang bisa mengarah ke tenggelamnya Benua Atlantis. Keberadaan kepulauan Sangihe
Talaud berakar dari legenda asal usul nenek moyang etnis Sangihe Talaud yang
berhubungan erat dengan putri-putri(Bidadari)dari khayangan, diantaranya
perkawinan Gumansalangi dengan Putri Konda Wulaeng,Humansadulage dengan
Tendensehiwu, putri Ting dengan pangeran dari khayangan melahirkan Mokodouduh,
Mokodoluduh dengan Bawunia, Sese Madunde dengan Bidadari. Cerita sebagian
rakyat bahwa pulau Sangihe terjadi dari airmata seorang bidadari. Nama Sangihe
yaitu berasal dari Sangi, Masangi, mahunsangi, Sangitang yang kesemuanya
berarti menangis.
Di kisahkan, ribuan tahun lalu, jauh sebelum peradaban manusia saat ini, terdapat
sebuah peradaban maju ditanah yang subur dan makmur. Peradaban tersebut begitu
terorganisir dengan tata letak bangunan yang rapih dan seni yang menawan.
Negeri dengan pegunungan-pegunungan yang indah dan megah dengan teknologi yang
sangat maju. Tiba-tiba saja peradaban tersebut lenyap. Dan tak berbekas.
Seluruh peninggalan dan bukti sejarah seperti ditelan ke dasar bumi, terlipat
dalam ceruk yang dalam, tersapu dari bumi selamanya. Bumi kembali sepi.
Peradaban kembali pada titik nol.
Berdasarkan temuan tim ekspedisi hasil kerjasama indonesia dengan Amerika
Serikat beberapa waktu yang lalu, telah menemukan beberapa buah gunung berapi
di wilayah perairan kepulauan Sangihe Talaud. Diantara temuan tersebut terdapat
sebuah gunung berapi raksasa di dasar laut di sekitar pulau
kawio/kawaruso.Gunung berapi yang masih aktif menyerburkan butiran emas, satu
kemungkinan merupakan penyebab tenggelamnya sebagian daratan pulau Sangihe,
karena menurut cerita rakyat Sangihe Talaud bahwa pulau Sangir Besar (Tampunglawo)
dahulukala daratannya bersambung dengan pulau-pulau tersebut. Juga ditemukannya
ikan-ikan purba yang hidup diperairan Sangihe Talaud diperkirakan sejak 150.000
sampai 200.000 tahun yang lalu.
Temuan adanya lokasi 'hutan purba' di seputaran kawasan lindung Sahanderumang,
Kampung Lelipang Kecamatan Tamako Kabupaten Sangihe, oleh wisatawan asing asal
Jer-man 27 Desember 2007 lalu, seakan semakin diperjelas dengan ditemukannya
tulang belulang berukuran raksasa oleh warga Kampung Pinta-reng, Kecamatan Tabukan
Selatan Tenggara (Tabselteng).
Konon tulang belulang yang diyakini merupakan fosil dari manusia purba
tersebut, dite-mukan warga pada tahun 1997 silam.
"Kalau dikaitkan, ada kebe-narannya juga bila di kawas-an lindung
Sahanderumang ada spot hutan purba. Karena tahun 1997 lalu warga pernah
menemukan tulang berukur-an raksasa di Sungai yang berbau busuk. Sungai Busu
ini muaranya dari Sahanderumang,"
Tulang belulang yang tersisa tujuh bagian tersebut memi-liki bobot rata-rata di
atas lima kilogram (kg). "Ini de pe tulang kaki, de pe tulang bagian
belakang deng gigi," ini merupakan sisa yang dibawah oleh warga asing yang
datang ambil lalu dibawa pergi. Pada tahun 1997 pernah ditemukan warga yang
mendulang emas di Kali Busu. Saat penggalian mencapai kedalaman lima meter,
warga menemukan benda yang awalnya dikira bebatuan yang mengandung mineral
emas. Tapi ternyata itu adalah tulang. Penemuan tersebut berupa tulang betis
kaki dan tulang belakang manusia raksasa zaman da-hulu. Ada juga giginya
ditemukan taring berukuran satu meter lebih yang masih utuh diambil orang
Prancis dan Jerman.
Menurut Dr.Santoso Soegondho, Pada saat terjadi peng-esan (zaman glacial) di
muka bumi pada masa Plestosin, pernah terjadi migrasi fauna dari daratan Asia
ke Selatan melalui Filipina dan Sulawesi Utara. Oleh sebab itu di Filipina dan
di Sulawesi Utara terdapat peninggalan fosil-fosil binatang purba seperti gajah
purba (stegodon) dan fosil hewan lainnya. Di Desa Pintareng di Tabukan Selatan
di Pulau Sangihe, telah ditemukan adanya fosil-fosil gading dan geraham gajah
purba tersebut. Menurut para ahli dari Museum Geologi Bandung dan dari Pusat
penelitian Arkeologi Nasional Jakarta, fosil-fosil tersebut dinyatakan sebagai
bagian dari fosil Stegodon yang pernah hidup di Kepulauan Nusantara pada masa
Plestosin sekitar 2 juta tahun lalu. Gajah purba ini selain di Pintareng telah
ditemukan fosil-fosilnya di Sangiran, di Kabupaten Sragen Jawa Tengah, di
Lembah Cabenge di Sulawesi Selatan dan di Lembah Besoa di Sulawesi Tengah.
Stegodon di dunia diperkirakan pernah hidup sejaman dengan binatang purba
lainnya. Di Indonesia stegodon hidup dengan binatang-binatang purba lainnya
seperti Rinocheros (badak purba) serta kerbau purba dan lain sebagainya. Dengan
temuan fosil gajah purba di Pintareng, Tabukan Selatan Sangihe tersebut, maka
sebenarnya diketahui pada masa plestosin sekitar 2.5 juta tahun yang lalu,
iklim di bumi mengalami perobahan total yaitu penurunan suhu yang sangat
drastis. Masa itu dikenal dengan zaman glacial (zaman es). Fenomena alam ini
erat hubungannya dengan perubahan dari parameter astronomi mengenai posisi bumi
terhadap matahari. Kejadian ini berlangsung secara periodik, yang telah
mengakibatkan berubahnya jumlah total dan pembagian energy dari matahari yang
diterima bumi. Selama apa yang disebut zaman es (zaman glasial) itu
berlangsung, air di bumi terkumpul dalam bentuk es di daerah-daerah yang
bergaris lintang tinggi. Hal ini berarti kandungan air di samudra menjadi
berkurang, akibatnya muka air laut menjadi turun. Oleh sebab itu tidak heran
kalau gajah purba dari jenis Stegodon ditemukan di Filipina dan beberapa daerah
di Indonesia seperti Pintareng, Besoa, Cabenge, Flores dan Sangiran. Para ahli
mempprediksi bahwa Sulawesi Utara menjadi pintu gerbang di dalam migrasi binatang
purba ini.
Sejarah peradaban manusia di daerah ini cukup panjang dan menarik. Daerah ini
pada jaman es melanda dunia pada masa plestosin jutaan tahun yang lalu,
merupakan bagian daratan yang menghubungkan pulau Sulawesi dengan daratan
Filipina bahkan daratan Asia. Setelah jaman es berakhir, Sulawesi Utara menjadi
daratan yang membentuk jazirah Pulau Sulawesi dan kepulauan di bagian Utaranya.
Selain daratan yang sebagian besar merupakan dataran tinggi, Sulawesi Utara
juga terdiri dari pulau-pulau yang jumlahnya cukup banyak, lebih dari 150
pulau. Daerah ini mempunyai karakter alam yang khas yaitu dataran tinggi lebih
luas dari dataran rendahnya, memiliki banyak gunung berapi dan sebagian besar
masih aktif termasuk gunung api bawah laut, memiliki banyak gugusan karang yang
membentuk pulau-pulau, selain itu kerak bumi daerah ini berdekatan bahkan
sebagian berada tepat di daerah terjadinya proses subduksi (perbenturan)
lempeng-lempeng (plates) tektonik antara lempeng Pasifik-Filipina-Australia
dengan lempeng Sangihe dan Halmahera. Bahkan terletak dekat dengan pertemuan
lempeng-lempeng dunia seperti lempeng Pasifik, Eurasia dan Australia.
Posisi di daerah subduksi inilah yang menyebabkan kemunculan gunung-gunung
berapi dan sering terjadinya berbagai gempa bumi di daerah ini sejak jaman
dahulu kala. Gunung-gunung berapi Sulawesi, Halmahera dan Sangihe, adalah
merupakan hasil zona subduksi lempengan Sangihe dan Halmahera.
Sebagian besar lempengan Maluku telah tertindih (tersubduksi) oleh zona
subduksi Halmahera di bagian Timur dan oleh zona subduksi Sangihe di bagian
Barat. Gunung-gunung berapi di Sulawesi, Sangihe dan Halmahera diberi pasokan
magma yang dibangkitkan di mantle asthenospherik yang termodifikasi oleh fluida
yang dihasilkan dari lempengan Maluku yang tertindih. Dalam beberapa juta tahun
semua lempengan Laut Maluku akan tersubduksi dan lempengan Sangihe serta
Halmahera yang sudah saling menindih pada ujung-ujung lempengannya akan
bertabrakan hebat
Berdasarkan penelitian arkeologi diketahui bahwa tanda-tanda kehidupan manusia
di Sangihe Talaud sudah berlangsung sejak 30.000 tahun yang lalu seperti yang
ditemukan buktinya di gua Liang Sarru di Pulau Salibabu. Migrasi dari wilayah
Asia ke Pasifik melalui route ini ditengarai dengan menyebarnya kebudayaan
Austronesia di pulau-pulau di sekitar Pasifik, seperti ditunjukkan oleh
penggunaan bahasa-bahasa yang tergolong ke dalam rumpun bahasa Austronesia,
serta ditemukannya sisa-sisa budaya yang mengenal pemakaian alat-alat batu muda
(neolitik) yang berupa beliung batu persegi di Liang Tuo Mane’e di Kabupaten
Talaud.Kemudian ditemukan pula sisa-sisa budaya masa logam tua (paleometalik)
yang mengenal penggunaan tempayan kubur seperti yang ditemukan di Liang
Buiduane di Talaud.(Bellwood, 1978). Menurut para pakar diperkirakan menjadi
daerah kunci yang dapat memberi jawaban atas permasalahan daerah asal (home
land) dari suku bangsa yang berbahasa Austronesia yang pada masa kemudian
mendiami daerah-daerah antara Madagaskar di bagian barat sampai dengan Easter Island
di kepulauan Pasifik di bagian timur, serta Formosa Island di bagian Utara
(Solheim, 1966; Shuttler, 1975, Bellwood, 2001).Budaya yang dibawa oleh suku
bangsa penutur bahasa Austronesia meninggalkan warisan-warisan budaya yang
terdiri dari alat-alat batu neolitik beliung persegi. Alat-alat batu neolitik
telah ditemukan di gua-gua di daerah Sangihe Talaud.
Khusus untuk cerita rakyat Sangihe Talaud masih banyak lagi merupakan sebuah
misteri yang sampai saat ini belum terungkap kebenarannya, diantaranya adalah :
Manusia Ampuang yang pusat kerajaan dibawah bumi konon segala sesuatu terbuat
dari kristal, emas dan permata. Cerita Mandariki(manusia kerdil), manusia
Apapuhang yang hidup diatas pohon. serta cerita manusia Ansuang
(raksasa)/Menghilangnya Kerajaan Mangsohowang atau kerajaan para manusia
raksasa,cerita kabanasa yang mencuri air tuak, cerita tentang Makaampo yang
lapar daging dan haus darah manusia keturunan raksasa, Laksamana laut
Hengkeng‟u naung meliku nusa kumina ateng bahani dari kerajaan Siau bukti
pedang dan batu asah ada di Kawahang, cerita tentang Ambala pemberani dari
Tamako dengan pedang sakti sampai batu terbelah, Batu Makaampo yang terletak
diatas lereng puncak gunung Awu,cerita upung wuala.
Cerita/Hikayat/Legenda, tersebut diatas tergantung dari sudut mana kita melihat
serta menyikapinya, semua tergantung dari pribadi kita masing-masing. Kita
sebagai umat yang percaya kepada Tuhan menyerahkan semua kepada Sang Khalik,
kita manusia sebagai mahkluk hanya beriktiar tetapi rencana dan kehendak Tuhan
yang berlaku. Semua itu merupakan sebuah misteri bagi kita hanya Tuhan yang
mengetahuinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar